Powered by Blogger.

Quick Count RRI Tidak Netral dan Melanggar Aturan?

Foto Dirut RRI Niken Widyastuti

Para pendukung Prabowo-Hatta mempertanyakan netralitas hasil quick count versi RRI dan menduga melanggar aturan yang membuat Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq memanggil manajemen Radio Republik. Anggota Komisi Penyiaran DPR Max Sopacua memang mensinyalir ada pendanaan dari pihak luar terkait dalam program hitung cepat itu. Pasalnya, dalam program kerja RRI tak pernah mencantumkan program terkait pilpres itu yang membuat Direktur Utama RRI Rosalita Niken Widiastuti terancam diberhentikan oleh DPR. Kubu Prabowo juga pernah menuding QC RRI itu ilegal.

Walaupun demikian banyak pihak menyatakan panggilan aneh dan terlalu berlebihan serta dianggap bentuk intimidasi karena dasar argumen pemanggilan terlalu dipaksakan untuk menghubung-hubungkan netralitas RRI dengan hasil QC seperti yang telah diungkapkan ke publik.Ray Rangkuti dari Lingkar Madani (Lima) Indonesia menyatakan,“semestinya mereka telah memanggilnya sejak pileg yang lalu. Sebab, di dalam pileg, RRI juga telah melakukan quick count. Apalagi RRI terlebih dahulu mendaftarkan diri di KPU. Artinya, sejak saat itu, semestinya Komisi 1 sudah melakukan upaya pencegahan. Jangan setelah terlihat hasil quick count-nya tidak memuaskan capres tertentu, lalu buru-buru dipanggil.”

Ray menilai pemanggilan DPR itu jelas punya potensi intervensi yang sudah tak sesuai dengan prinsip demokrasi. Baginya, mengembalikan kembali semangat intervensi terhadap lembaga penyiaran publik seperti RRI adalah kekeliruan. Ray menegaskan jauh lebih baik bila Mahfudz, sebagai Ketua Komisi I DPR, meminta terlebih dahulu adanya audit metodologi atas kinerja RRI. Jika memang dalam metodologinya ditemukan kesalahan yang mengakibatkan hasilnya tidak menggambarkan yang semestinya, barulah Komisi I dapat berperan.

Pujian dari SBY pernah terlontar atas hasil quick count RRI di Pileg 2014 dan hasilnya presisi, paling mendekati rekapitulasi Komisi Pemilihan Umum. Contohnya untuk parpol nomor urut satu hingga lima, RRI mencatat NasDem meraih 6,68 persen, PKB 9,43 persen, PKS 6,61 persen, PDIP 18,65 persen, dan Golkar 14,87 persen. Sedangkan Hasil real count KPU adalah NasDem 6,7 persen, PKB 9,04 persen PKS 6,7 persen, PDIP 18,95 persen, dan Golkar 14,75 persen.

Pujian itu tak pelak membuat lembaga milik pemerintah ini kian diperhitungkan sebagai salah satu lembaga penyelenggara quick count yang kredibel. Hitung cepat RRI di Pilpres 2014 pun dinanti sebagai patokan hasil kompetisi antara Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK.

Menurut Juru Bicara Kemenkominfo, Ismail Cawidu, kebijakan Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia (LPP RRI) untuk mengadakan hitung cepat atau quick count pemilihan presiden 2014 tak melanggar aturan karena pembiayaan quick count itu masih ke dalam anggaran penelitian dan pengembangan RRI, seperti berita yang dirilis portalkbr.com. Namun, pihaknya mempersilakan DPR memanggil RRI sebagai bentuk pengawasan program. Ismail Cawidu menambahkan, pada pemilu legislatif lalu RRI juga menghitung cepat dengan hasil akurat. Hasil ini pun mendapat apresiasi baik dari DPR.

Untuk menunjang program-program yang sudah ditetapkan dalam menyambut Pemilu 2014, RRI mengajukan pagu anggaran sebesar Rp. 998 miliar di Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi I DPR, 10 September 2013. Rinciannya terdiri dari Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis lainnya sebesar Rp 798,37 miliar serta Program Pengelolaan dan Penyelenggaraan Siaran Radio Publik Rp 199,63 miliar.

Seperti yang diberitakan detik.com, Dirut LPP RRI Niken Widyastuti menjelaskan tentang tujuan dan metode pelaksanaan quick count yang diselenggarakan oleh lembaganya saat diskusi forum legislasi membahas RUU RTRI (Radio Televisi Republik Indonesia) di Gedung DPR, Senayan, Selasa (15/7/2014). Niken menjawab pertanyaan awak media terkait quick count RRI yang menjadi kontroversi.. Niken mengungkapkan bahwa tujuan pelaksanaan quick count itu adalah tulus untuk memberikan informasi terbaik bagi masyarakat.

“Jadi RRI menyelenggarakan quick count dan dalam hal ini RRI itu adalah Puslitbang-Diklat. RRI ini mempunyai 86 satuan kerja, dan salah satunya adalah Puslitbang-Diklat,” ujarnya. Niken menjelaskan bahwa tugas sehari-hari Puslitbang-Diklat adalah penelitian pengembangan dan penyelenggarakan pendidikan dan pelatihan. Dalam hal penelitian, tugasnya adalah membuat kajian riset sesuai dengan keinginan dari Komisi I, bahwa RRI harus membuat audit secara konperhensif melalui penelitian, kajian, dan riset.

“RRI ini diberi tugas oleh negara memberikan siaran informasi maka informasi khususnya quick count ini. Kami meyiarkan quick count yang diselengarakan oleh Puslitbang-Diklat,” ucap wanita berambut pendek ini. “Tujuannya tulus memberi informasi. Quick count ini sebagai referensi data pembanding tidak perlu jadi polemik,” lanjut Niken.

Ia menuturkan bahwa quick count ini sudah diselenggarakan juga saat Pileg 2009, Pilpres 2009, dan Pileg 2014. Saat itu, Niken merasa tidak ada kontroversi karena hasil yang hampir sama dengan KPU. “Dan waktu Pileg 2014 kami juga menyelengarakan quick count bahkan saat RDP dengan komisi I dan Komisi I juga memberikan apresiasi atas quick count RRI yang nyaris sama dengan KPU,” kata Niken.

Niken lalu menjelaskan bahwa ada 3 hal yang dilakukan oleh RRI yaitu:

1. Quick count dengan data dari 2.000 TPS hasil pengamatan 2.000 relawan dari Sabang sampai Merauke.

2. Exit poll yaitu survei bagi pemilih untuk mengetahui kecenderungan bagi pemilih.

3. News feeding yaitu relawan yang melaporkan kejadian di salah satu TPS yang punya news value yang tinggi.

0 Komentar untuk "Quick Count RRI Tidak Netral dan Melanggar Aturan?"

Back To Top