Kota Jakarta diramalkan akan tenggelam pada tahun 2050 dimana air laut akan menerobos masuk sampai ke pusat ibukota Indonesia. Ya, prediksi ini sudah ramai dihembuskan beberapa pihak. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jakarta melalui direktur eksekutifnya, Selamet Daroyni, pada tanggal 13 Februari 2013 mengatakan 90 persen dari luas Jakarta diperkirakan akan terendam banjir pada tahun 2050. Menurutnya, sikap pemerintah yang mengedepankan pembangunan berbasis konversi lahan adalah salah satu penyebab dari tidak pernah tuntasnya bencana banjir.
“Pada 2050 Jakarta bagian utara, seperti Bandara Soekarno Hatta, tenggelam. Mungkin bisa lebih cepat,” terang Selamet seperti yang diberitakan kompas.com. Ia menyatakan, situasi yang terlihat jelas dari banjir Jakarta adalah alih fungsi kawasan tangkapan atau resapan air, pemberian IMB tanpa mempertimbangkan keseimbangan ekologis, serta buruknya sistem drainase dan sungai.
Selain itu, faktor alam berupa curah hujan yang cukup tinggi dalam 25 tahun terakhir, kerusakan lingkungan, dan juga banjir kiriman turut menjadi penyebabnya. Curah hujan di Jakarta mencapai dua miliar meter kubik per tahun. Namun, yang terserap hanya 26,6 persen atau 532 juta meter kubik, sementara sisanya 73,4 persen atau 1.468 juta meter kubik menggelontor ke laut. Secara detail dari semua faktor banjir Jakarta alih fungsi adalah yang paling dominan.
Dari luas lahan di Jakarta sebesar 661,52 kilometer persegi hanya 9,6 persen ruang terbuka hijau. Padahal dari target yang direncanakan mencapai 13,6 persen pada pemerintahan Sutiyoso. Agar bencana banjir berkurang, Selamet menyarankan agar pemerintah segera menerapkan beberapa hal. Sikap itu di antaranya kaji ulang seluruh kawasan Jakarta berbasis ekologis, menjamin hak masyarakat untuk andil dalam penataan kota, dan menaikkan ruang terbuka hijau.
Kepala Sub Direktorat Perkotaan Ditjen Tata Ruang Kementerian Pekerjaan Umum (PU) Eko Budi Kurniawan mengungkapkan bahwa pada tahun 2050, Jakarta diprediksi bakal tenggelam dalam diskusi “Pengembangan Lahan untuk Pembangunan Jakarta”, Senin (7/7/2014), seperti yang diberitakan tribunnews.com. “Pada 2050, kalau terjadi kebocoran, air laut sampai tengah kota. Bayangkan berapa kerugiannya. Kami memprediksi kerugiannya akan mencapai 200 miliar dollar AS (Rp 2.381 triliun). Itu belum termasuk 1,5 juta lapangan kerja yang hilang, dan masyarakat yang harus pindah. Itu masalah yang sangat besar jika tidak ditangani,” papar Eko.
Menurut dia, ketinggian air laut tiap tahun meningkat. Di sisi lain, permukaan tanah amblas lebih cepat dari ketinggian air. “Penurunan tanah pertahun tergantung lokasi, paling tinggi, yang diukur, sekitar 14 cm sampai 14,5 cm pertahun. Tapi, Ada lokasi lain yang mengalami penurunan lebih dalam. Kalau dipukul rata, penurunan terjadi sedalam 7,5 cm per tahun. Di Pluit termasuk paling cepat,” ungkap Eko.
Pemprov DKI Jakarta sudah mulai mengantisipasinya dengan perencanaan Pembangunan Terpadu Pesisir Ibukota Negara atau National Capital Integrated Coastal Development (NCICD). Pembangunan NCICD dilakukan dalam tiga tahap. Tahap A merupakan penghentian pengambilan air tanah untuk menghentikan penurunan tanah. Tahap ini juga berisi percepatan sanitasi air sungai dan kanal, serta perkuatan dinding laut.
Tahap B berisi pembangunan Outer Sea Wall yang terpadu dengan lahan hasil reklamasi. Tahap C adalah penutupan laguna timur di sebelah Kabupaten Bekasi. Tahap ini, menurut rencana, akan dilakukan secara paralel dengan perluasan pelabuhan Tanjung Priok. Sayangnya, program NCICD sejauh ini masih menunggu pembicaraan antara pemerintah pusat dan Pemprov DKI Jakarta. Melihat pembangunan lahan reklamasi yang berjalan lebih cepat, Eko memastikan reklamasi memang akan berjalan lebih dulu.
Langkah yang paling nyata sejauh ini adalah proses peninggian dinding laut di Pluit. Sebagian proses tersebut akan dilakukan oleh Kementerian PU, sementara sebagian lagi akan dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta. “Itu yang sekarang mau kita tinggikan. Itu di Pluit, ada Waduk Pluit. Kalau ditinggikan, pasti air tidak akan sampai pusat kota. Bentuknya juga tidak seperti wall, lebih seperti piramid. Bisa untuk jalan, tergantung desainnya. Desainnya sudah ada, tergantung lokasinya,” ujar Eko.
0 Komentar untuk "Kota Jakarta Diramalkan Akan Tenggelam Tahun 2050"